Model Literasi Media Berbasis Kearifan Lokal pada Suku Dayak Tunjung dan Dayak Benuaq di Kutai Barat
Abstract
Penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan bagaimana individu dan kolektif suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung/Tonyooi masih mampu mempertahankan kearifan lokal dan budaya lokal ditengah gempuran terpaan media massa sehingga dikenal sebagai suku Dayak yang masih “Beradat”. Kearifan lokal yang masih terjaga mampu menangkal dampak negatif terpaan media massa sehingga dapat dijadikan sebuah model literasi media, baik melalui pendidikan literasi media maupun gerakan literasi media. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan observasi dari beberapa masyarakat suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintah kabupaten dengan teknik snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, kesadaran masyarakat melalui kearifan lokal dalam literasi media belum mampu memaksimalkan potensinya sendiri disebabkan masyarakat masih menjadi pengguna media yang pasif serta kurangnya dukungan dari pemerintah dalam membentuk masyarakat cerdas bermedia. Kedua, model literasi media yang digunakan kedua suku adalah Protectionist Model berbasis kearifan local meliputi 4 elemen yaitu kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan memproduksi pesan.