dc.description | Pada 2017, Badan Intelijen Negara (BNPT) melakukan kajian terhadap
mahasiswa di 15 provinsi. Diperoleh bahwa 39% mahasiswa di tujuh universitas
terpapar radikalisme. Data ini masih relevan hingga sekarang. Hal ini menjadi dan
merupakan sebuah fakta yang membahayakan bagi keberlangsungan negara
Indonesia (Sukatman dkk, 2019; Liputan6.com, 21 Nov 2018).
Kondisi sosio-religius Indonesia yang majemuk dapat menjadi peluang bagi
kelompok yang mengatasnamakan agama untuk memberikan ajaran, paham, dan
pengetahuan yang berbeda kepada masyarakat (Hastangka dan Ma’ruf, 2021).
Temuan bahwa 39% mahasiswa terpapar radikalisme perlu menjadi
perhatian, karena mahasiswa dan perguruan tinggi merupakan masa depan
Indonesia. Manusia unggulan Indonesia berada di perguruan tinggi. Alumninya
yang akan mengisi peran-peran penting dalam bidang ekonomi, sosial, politik,
budaya, dan hankan di Indonesia kelak. Dalam konteks keberlangsungan hidup
berbangsa dan bernegara, mahasiswa yang diharapkan menjadi pengawal
sekaligus penerima estafet keberagaman bangsa dan demokrasi (Anonym, 2019).
Mahasiswa dan perguruan tinggi yang sekarang inilah yang diharapkan
mencapai dan mewujudkan tujuan Indonesia Emas 2045. Wakil Presiden Ma’ruf
Amin mengatakan bahwa Indonesia Emas 2045 bukan sebuah pemberian semata
dari Tuhan (given) melainkan tujuan yang harus dicapai dengan upaya kerja keras
dari seluruh masyarakat (Antaranews.com, 2021). | en_US |