Show simple item record

dc.contributor.authorMulya, Ainur Basirah
dc.date.accessioned2020-11-08T04:33:36Z
dc.date.available2020-11-08T04:33:36Z
dc.date.issued2019-09
dc.identifier.isbn978-602-5214-9-3-6
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/5251
dc.description.abstractSelamat Datang di Welcome! “Sesuatu yang didapatkan dengan cara yang sulit akan cenderung membuat seseorang untuk berpikir beribu kali saat ingin menyianyiakan sesuatu itu” APA yang terlintas di benak kalian sesaat setelah memasuki dunia perkuliahan? Apakah tentang dunia penuh kebebasan dan kemandirian? Atau, tentang gelar yang kini berbeda, dulunya dipanggil siswa sekarang menjadi mahasiswa? Apa makna mahasiswa bagi kalian? Sesuatu yang sakral? Atau, sekedar sebutan tak bermakna? Saya sengaja membuka pembahasan ini dengan pertanyaan di atas karena pemaknaan terhadap keduanya akan mempengaruhi bagaimana kita akan menjalani peran sebagai seorang mahasiswa. 13 Bagi saya, menjadi seorang mahasiswa adalah satu kebanggaan yang harus disyukuri dengan memanfaatkan setiap momen yang saya lalui di dunia perkuliahan dengan baik. Sebelum melangkah jauh ke dunia karir yang penuh tantangan, masa perkuliahan adalah tahap transisi untuk belajar tentang banyak hal. Perjuangan untuk menuju bangku kuliah pun bukan hal yang main-main. Setiap orang punya cerita perjuangannya masing-masing, termasuk saya. Sejak kecil, saya bercita-cita untuk menjadi seorang guru matematika. Hal ini sangat mungkin dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang penuh dengan matematis. Ibu saya delapan bersaudara, semua-nya adalah guru matematika, ditambah lagi bapak saya juga demikian. Namun, saat SMA saya mulai banyak mengikuti lomba bidang sosial yang membuat keter-tarikan saya terhadap dunia hukum dan perpolitikan semakin menjadi. Apalagi setelah saya mengikuti agenda Parlemen Remaja tahun 2015 yang memberi pengalaman bagaimana rasanya menjadi anggota DPR, duduk di senayan menyuarakan aspirasi rakyat. Walau pun kondisinya saya adalah siswi jurusan IPA, kecintaan saya pada dunia sosial tidak diragukan. Itulah mengapa saya meman- 14 tapkan hati untuk melanjutkan studi memilih jurusan hukum di salah satu universitas terbesar di Indonesia. Sayangnya, kedua orang tua dan keluarga saya tidak pernah merestui jika ada anggota keluarga yang terjun ke dunia hukum dan politik. “Jurusan yang lain saja. Mau jadi apa kamu nantinya? Mau jadi politikus? Itu adalah profesi dengan resiko tinggi. Seakan-akan satu kakimu itu di syurga dan satunya lagi di neraka. Salah sedikit bisa bahaya. Lihat saja kenyataannya sekarang, politikus yang mau jujur akan berusaha dilenyapkan sedangkan kalau memilih untuk curang, maka pintu neraka terbuka lebar. Tidak usah muluk-muluk, jadi guru saja! Hidupnya tidak neko-neko, gajinyapun lumayan.” Kalimat-kalimat ini seketika memenuhi ruang keluarga. Ibu berusaha keras untuk membujuk saya agar berubah haluan sesuai apa yang keluarga inginkan. Tapi jujur saja, saya sangat bosan dengan kondisi keluarga yang monoton dan bergerak di zona nyaman.en_US
dc.publisherCitra Insan Primaen_US
dc.titleBukan Mahasiswa Kaleng-Kalengen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record