Show simple item record

dc.contributor.authorApriani, Fajar
dc.date.accessioned2022-08-21T18:18:50Z
dc.date.available2022-08-21T18:18:50Z
dc.date.issued2021-04
dc.identifier.citationAPAen_US
dc.identifier.isbn978-623-623-7480-66-2
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/40636
dc.description.abstractSepanjang sejarah, perempuan memimpikan mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk dapat berkiprah di bidang politik sebagaimana halnya laki-laki. Arena politik memang menjadi saksi terjadinya maskulinitas peran publik. Maloutas (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya, demokrasi berkarakter maskulin. Oleh karena itu, demokrasi substansial sebagai suatu proyek sosial tidak bisa berdampingan dengan sistem relasi gender yang tumbuh di tengah masyarakat karena pada dasarnya relasi itu bersifat dikotomis dan secara tegas membatasi kategori sosial antara status superior dan inferior. Di Indonesia, setelah Reformasi 1998 ruang demokrasi pun terbuka. Politik yang awalnya bersifat otoriter kemudian membuka ruang bagi semua orang, termasuk bagi perempuan untuk terlibat di dalam proses politik dan pengambilan keputusan. Gerakan perempuan dimulai pada tahun 2004 dimana perempuan memutuskan untuk bergerak dan terlibat di dalam politik. Perempuan memutuskan untuk harus hadir dan memanfaatkan ruang politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan perempuan.en_US
dc.description.sponsorshipPusat Penelitian Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak LP2M Universitas Mulawarmanen_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherBintang Pustaka Madanien_US
dc.subjectGerakan perempuanen_US
dc.subjectHak politik perempuanen_US
dc.subjectKesenjangan genderen_US
dc.subjectKesetaraan genderen_US
dc.subjectKeterlibatan perempuanen_US
dc.titlePerempuan dan Dinamikanyaen_US
dc.title.alternativePerjuangan Perempuan dalam Demokratisasi di Indonesiaen_US
dc.typeBook chapteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record