KAJIAN KERENTANAN SOSIAL (VULNERABILITY MAPPING) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP-PARTISIPASI MASYRAKAT DI KALIMANTAN UTARA
Abstract
Reforma Agraria merupakan program prioritas nasional di bidang pertanahan, yaitu penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Salah satu yang dilakukan dalam rangka reforma agraria adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang berbasis partisipasi masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka mengetahui pengelolaan proyek dan pengembangan kelembagaan tersebut, maka dilakukan kajian kerentanan sosial melalui analisis secara komprehensif tentang risiko sosial yang dapat dialami beberapa kelompok rentan sosial pada pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Partisipasi Masyarakat (PTSL PM). Kelompok rentan yang dimaksud telah diidentifikasi sebelumnya dalam proses penapisan risiko yang menjadi rangkaian kegiatan pelaksanaan Komponen 1 proyek tersebut. Lokus pada kajian ini meliputi empat lokasi di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, yaitu Desa Tanjung Harapan dan Desa Sanggulan Kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, Desa Liang Bunyu, Desa Aji Kuning, dan Desa Seberang di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.
Untuk mencapai tujuan kajian maka dilakukan berbagai tahapan dimulai dari persiapan, obsbervasi awal, koordinasi, survei lapangan, analisis data dan penyusunan laporan melalui fokus grup dikusi (FGD) sebanyak 10 kali. Sebagai penguatan hasil kajian maka dilakukan kuisioner dan in-depth interview (wawancara mendalam) pada responden. Dari proses yang telah dilakukan, maka hasil kajian dapat dijelaskan sebagai berikut: Pengetahuan masyarakat terhadap program penerbitan sertifikat tanah yang diadakan oleh pemerintah melalui PTSL, sebagian responden (70% – 75%) telah mengetahui hal tersebut dan sisanya (25% - 30%) masyarakat menyatakan kurang mengetahui PTSL. Masyarakat kurang mengetahui PTSL karena tidak dilakukan sosialisasi oleh aparat Desa atau Kantor Pertanahan setempat. Hasil kuisioner menunjukan bahwa sebagian masyarakat telah mendaftarkan tanah sebelum ada program PTSL yakni berkisar 30% – 40%. Pelaksanaan PTSL yang telah dilaksanakan tetapi tidak semua warga mendapatkan sertifikat, karena disebabkan beberapa faktor seperti berkas tanah tidak lengkap, pemilik tanah tidak ada ketika dilakukan pengukuran batas tanah, dan waktu pengumpulan berkas yang pendek. Selain itu beberapa responden disebabkan karena masih ada beberapa tanah yang masuk sempadan sungai di Desa Tanjung Harapan dan Desa Sanggulan, sempadan laut di Desa Liang Bunyu, terjadi tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Tanjung Harapan dan Desa Sanggulan, dan masuk dalam kawasan hutan lindung di Desa Liang Bunyu.
Faktor penyebab kerentanan sosial di Desa Tanjung Harapan adalah adanya tumpang tindih lahan antara warga dengan HGU, rendahnya kepemilikan lahan oleh warga. Sedangkan di Desa Sanggulan, faktor yang menyebabkan kerentanan sosial adalah adanya tumpang tindih lahan dengan perusahaan HTI PT ITCHI, sebab waarga di RT 19 dan 20 menempati kawasan HTI. Di Desa Liang Bunyu faktor penyebabnya adalah permasalahan pertanahan karena banyak warga yang tinggal di atas laut dan sempadan pantai, selain itu terdapat warga yang menempati kawasan hutan lindung. Di Desa Aji Kuning dan Desa Seberang faktor penyebabnya adalah permasalahan pergeseran patok batas negara antara Indonesia dengan Malaysia.
Faktor penyebab permasalahan pertanahan untuk kategori pemilik tanah dengan luas lebih kecil dari 0,5 ha lebih disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan penghasilan, serta tingginya pengeluaran. Selain itu, faktor yang juga berpengaruh terhadap kerentanan adalah bencana kemarau dan banjir yang menyebabkan gagal panen. Untuk itu perlu dirumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain peran Kantor Wilayah (Kanwil) Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan Kantor Pertanahan Tingkat kabupaten/kota (Kanta) dalam monitoring pengeluaran ijin HGU dan HTI atau KBK, penyelesaian sengketa/konflik lahan antar warga, sosialisasi terkait wilayah sempadan sungai/laut/perbatasan dan kawasan lindung, dan perlunya sosialisasi program PTSL-PM kepada Puldatan dan warga sehingga pelaksanaannya tepat sasaran.