Show simple item record

dc.contributor.authorJuwita, Rina
dc.date.accessioned2021-03-13T01:24:07Z
dc.date.available2021-03-13T01:24:07Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.isbn9786025412066
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/5822
dc.description-en_US
dc.description.abstractKomunikasi krisis merupakan bidang kajian yang bertumbuh pesat dalam bidang komunikasi dan organisasi lebih dari tiga puluh tahun terakhir. Kajian ini menekankan tentang bagaimana organisasi menjelaskan keberadaan mereka dengan cara terbaiknya kepada para pemangku kepentingan dan publiknya ketika sebuah krisis melanda. Baik ketika krisis tersebut disebabkan dari dalam organisasi maupun dari eksternal. Sebagaimana yang kita jumpai dalam sebagian besar kepustakaan terkait, kajian ini seringkali membahas pengalaman yang terjadi di lapangan yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana seharusnya sebuah organisasi mengelola permasalahan dan komunikasinya terkait dengan krisis yang terjadi. Sejak awal tahun 1990an, kajian kepustakaan tentang komunikasi krisis yang dibahas oleh para ahli lebih banyak bersifat deskriptif mengenai faktor apa saja yang menunjang keberhasilan komunikasi krisis dalam situasi tertentu. Bentuk komunikasi krisis pertama dan yang paling orisinil dalam kajian akademik komunikasi krisis adalah yang disampaikan oleh William Benoit yang menjadi rujukan banyak ahli komunikasi krisis lainnya. Benoit pada dasarnya mengacu pada teori retorika klasik tentang bagaimana mengelola berbagai pertanyaan akan perasaan bersalah yang muncul ketika krisis terjadi, yang kemudian diaplikasikan dalam komunikasi krisis organisasi. Benoit (1997) membahas mengenai lima teknik komunikasi krisis yang sering digunakan oleh praktisi komunikasi organisasi, yakni; penolakan, penghindaran diri dari tanggung jawab, pengurangan sifat defensif atas peristiwa yang terjadi, tindakan korektif, dan mortifikasi (permohonan maaf atas permasalahan yang terjadi). Salah satu lainnya yang dikenal secara luas adalah pemikiran Timothy Coombs yang membahas tujuh jenis komunikasi krisis. Daftar tindakan yang dibahas oleh Coombs memiliki kesamaan dengan apa yang dimiliki oleh Benoit; tetapi pendekatan yang dimiliki Benoit lebih berorientasi pada pengirim pesan, 1 sedangkan pemikiran Coombs lebih berorientasi pada penerima pesan (Coombs, 2006; Johansen & Frandsen, 2007). Meskipun kajian komunikasi krisis telah dikaji oleh banyak akademisi, tetapi kiranya bidang keilmuan ini masih memiliki landasan sosiologis yang belum begitu kuat. Dikatakan demikian karena sejauh ini masih minim sekali elaborasi pemikiran terkait dengan konsep dasar sosial; seperti resiko, kepercayaan, konflik, opini publik, media massa, media sosial atau bahkan komunikasi dalam pembahasannya. Disinilah kiranya teori sistem sosial Luhman dapat digunakan sebagai dasar (meskipun bukan satu-satunya) untuk menguatkan landasan teoritis komunikasi krisis, karena teori sistem yang dibawa oleh Luhman berdasar kuat pada pendekatan komunikasi. Pengamatan sosiologis terkait kajian komunikasi krisis tersebut kiranya bisa difungsikan untuk melengkapi serta memberikan kedalaman dan ketajaman teoritis. Bahkan membantu untuk menjauhkan kajian ini dari dominasi daftar preskriptif tentang apa yang harus dilakukan semata untuk menghindari tanggung jawab atas masalah yang terjadi saat muncul krisis dalam organisasi. Melihat krisis yang terjadi antara organisasi dan dunia sosial sekitarnya dengan menggunakan kerangka berpikir teori sistem kiranya bisa membantu melintasi batas dan mencermati bagaimana sebuah organisasi beradaptasi terhadap lingkungan dan menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran, sesuatu hal yang mampu memperkaya pengetahuan baik itu bagi sudut pandang organisasi maupun juga masyarakat sekitarnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Habermas bahwa sebuah komunikasi efektif merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bersifat instrumental dan/atau strategis. Hal tersebut nampaknya merupakan pemikiran fundamental yang mendasari kajian komunikasi krisis, yakni jika sebuah organisasi mampu mengelola komunikasinya secara efektif maka organisasi tersebut akan memiliki kemampuan mengatasi krisis apapun dengan tetap menjaga reputasinya. Oleh karena itu, tulisan ini dengan segala keterbatasannya, mencoba membangun landasan teori yang bersifat melengkapi berbagai kajian implementatif dengan mengacu pada sejumlah konsep yang ditawarkan oleh 2 Luhman. Pemikiran ini tentunya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan suplemen yang bersifat melengkapi dengan menggunakan konsep teori sistem guna mengantisipasi adanya simplifikasi kajian komunikasi krisis yang selama ini banyak ditawarkan agar bisa mencapai komunikasi efektif dalam perkembangan masyarakat sosial global.en_US
dc.description.sponsorship-en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherLingkar Mediaen_US
dc.subjectPublic Relations dalam Komunikasi Krisisen_US
dc.titleKomunikasi Krisis Dalam Perspektif Teori Sistem dan Mediaen_US
dc.typeArticleen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record