Show simple item record

dc.contributor.authorSuba, Rachmat Budiwijaya
dc.contributor.authorManurung, Albert Laston
dc.contributor.authorSyoim, Mochamad
dc.contributor.authorRustam, -
dc.contributor.authorBoer, Chandradewana
dc.contributor.authorAnnisa, Sajidah S.
dc.contributor.authorPasangka', Tri Setiawan M.
dc.date.accessioned2023-04-20T02:50:37Z
dc.date.available2023-04-20T02:50:37Z
dc.date.issued2020-12
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/51813
dc.description.abstractPemahaman yang lebih rinci tentang ekologi primata di bentang alam Wehea-Kelay menjadi penting untuk diketahui dan dijadikan sebagai rujukan pengelolaan yang terintegrasi bersama para pihak di dalamnya. Hingga saat ini, kajian primata di Wehea-Kelay hanya fokus kepada orangutan, sedangkan masih terdapat beberapa jenis primata langka dan unik yang ditemukan di sini, antara lain yang menjadi pusat perhatian dalam kajian ini adalah Hylobates funereus (owa kelempiau utara) dan Presbytis canicrus (lutung beruban). H. funereus dan P. canicrus saat ini diidentifikasi oleh (Roos et al. 2014) menjadi jenis tersendiri dari klasifikasi taksonomis awal yang mengelompokkannya ke dalam sub jenis berturut-turut yaitu H. muelleri (owa kelempiau) dan P. hosei (lutung banggat). Sementara itu pengetahuan tentang populasi dan distribusinya masih terbatas sampai dengan saat ini. Bahkan sejak teridentifikasi menjadi jenis yang terpisah berdasarkan versi taksonomi sebelumnya, H. funereus dan P. canicrus belum ter-update status konservasinya menurut regulasi nasional terbaru. Kedua jenis ini masih bisa ditemui di bentang alam Wehea Kelay, namun data dan informasi mereka masih terbatas untuk kawasan ini. Apalagi untuk jenis P. canicrus yang merupakan jenis endemik Kutai, belum ada justifikasi apakah populasi jenis ini di Huliwa cukup besar dan stabil untuk dikategorikan sebagai populasi yang dapat hidup terus (viable). Densitas H. funereus cenderung lebih tinggi pada hutan yang baru ditebang. Pada saat penebangan terjadi, satwa yang sangat teritorial seperti H. funereus tetap bertahan di wilayah jelajahnya dan baru akan ditinggalkan jika sumber makanan berkurang secara drastis. Densitas H. funereus pada habitat yang lebih baik justru nampak lebih kecil. Pada habitat pasca gangguan seperti halnya penebangan yang telah terjadi puluhan tahun yang lalu, kondisi hutan saat ini sudah mendekati kepada tingkatan klimaks karena penebangan. Secara ekologis, dapat dijelaskan bahwa H. funereus lebih memiliki peluang untuk mengeksplorasi sumber daya habitatnya pada kondisi hutan yang masih baik. Pengambilan sampling pada beberapa pos dengar lagi diharapkan dapat mengkonfirmasi kelompok-kelompok owa yang berada di luar sampling dalam survey ini. Pada konsesi logging P. canicrus sering berasosiasi dengan P. r. rubicunda, namun demikian, P. canicrus memiliki kecenderungan preferensi yang lebih tinggi terhadap habitat tidak terganggu dibandingkan P. r. rubicunda. Sedangkan pada habitat yang masih baik, seperti halnya di Hutan Lindung Wehea, P. canicrus dan P. r. rubicunda tidak selalu ditemukan pada posisi spasial yang sama. Situasi ini dimungkinkan karena masih terbukanya peluang untuk mengeksplorasi sumber daya sehingga kedua jenis lutung ini memiliki relung spasial yang relatif berbeda dan mengurangi kemungkinan tumpang tindih dalam pemanfaatan sumber daya. Akan tetapi, tumpang tindih pemanfaatan sumber daya terjadi pada saat pemanfaatan sepan. Inisiasi pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor Orangutan bentang alam Wehea Kelay yang mencakup Huliwa dan blok-blok berhutan pada hutan-hutan produksi di sekitarnya memberikan harapan untuk mengelola populasi satwaliar di dalamnya, termasuk beberapa jenis primata yang seharusnya dilindungi (Pokja KEE Wehea Kelay 2016). Bentang alam Wehea-Kelay merepresentasikan konektivitas areal berhutan, dengan luas setidaknya 180.000 ha merupakan habitat primata yang sesuai, dan dapat mengakomodasi populasi primata yang viable. Apabila logging dikelola secara lestari dan perburuan dapat dikendalikan, serta mencegah meluasnya ekspansi sawit ke dalam kawasan hutan yang ditinggalkan, konektivitas blok-blok berhutan tersebut dapat memberikan harapan untuk kelangsungan hidup jangka panjang populasi jenis-jenis primata. Manajemen pengelolaan satwaliar khususnya primata di areal konsesi dapat dilakukan mulai dari konteks perencanaan, membangun dan memelihara basis data dalam bentuk catatan atau SIG dalam rangka untuk memantau keberadaan spesies prioritas dan persyaratan ekologisnya yang penting. Memelihara koridor di bagian dalam hutan dapat memberikan efek positif bagi primata.en_US
dc.description.sponsorshipYayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN)en_US
dc.publisherYayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Fakultas Kehutanan UNMULen_US
dc.subjectsebaran populasien_US
dc.subjectHylobates funereusen_US
dc.subjectPresbytis canicrusen_US
dc.subjectbentang alamen_US
dc.subjectWehea Kelayen_US
dc.titleKajian Sebaran Populasi Hylobates funereus dan Presbytis canicrus di Bentang Alam Wehea Kelay serta Implikasi Konservasinyaen_US
dc.typeTechnical Reporten_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record