Show simple item record

dc.contributor.authorEmilda Kuspraningrum
dc.contributor.authorLily Triyana
dc.contributor.authorIrma Suriyani
dc.contributor.authorM Fauzi
dc.date.accessioned2023-01-27T09:36:31Z
dc.date.available2023-01-27T09:36:31Z
dc.date.issued2022-11-30
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/47235
dc.description.abstractSetiap suku bangsa di Indonesia diyakini mewarisi kekayaan intelektual komunal yang tercipta berdasarkan interaksi manusia dengan alam lingkungannya dalam rangka sebagai jalan keluar dari permasalahan kehidupan, pengetahuan tardisional ini yang kemudian diejawantahkan sebagai bentuk kekayaan intelektual komunal yang dalam perspektif rezim hukum hak kekayaan intelektual terdiri dari empat komponen yaitu: ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik, indikasi geografis dan pengetahuan tradisional itu sendiri. Hal ini yang disebut juga sebagai warisan budaya tak benda, Warisan budaya tak benda ini, diwariskan dari generasi ke generasi, secara terus-menerus diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksi mereka dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka makna jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia. Pasal 21 Undang-Undang No 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara hanya menyebutkan bahwa berkaitan dengan Penataan ruang, pertanahan dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan akan melibatkan masyarakat adat, sementara tidak ada satu pasal yang menyebutkan bagaimana masyarakat adat terentas dari sisi perekonomian, dan harus diakui masyarakat adat yang notabene mayoritas hanya mengandalkan pengetahuan tradisional dalam mempertahankan kehidupannya akan menjadi sangat tertinggal jika dibandingkan dengan masyarakat lain baik dalam maupun luar negeri yang lebih siap baik dari aspek pengetahuan maupun skill praktis untuk bisa bertahan hidup. Pasal 7, Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 13 tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal menyebutkan adanya kewajiban menginventarisasi kekayaan intelektual komunal oleh Kementrian Hukum dan Ham yang dapat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, meskipun disatu sisi Pemerintah Daerah hanya menjalankan peran pembantuan Kementrian namun demikian juga menjadi urusan Pemerintah daerah dalam melaksanakn pengelolaan kebudayaan, pelestarian tradisi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah. Oleh karenanya diperlukan sebuah perlindungan yang adil untuk menjadikan masyarakat adat yang sesungguhnya juga kaya akan pengetahuan praktis secara tradisional yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan bahkan dengan pengelolaan yang baik dapat menjadi sebuah potensi bagi masyarakat adat yang berada dikawasan Ibu Kota Nusantara yang akan menujang kesejahteraan bagi masyarakat adat (Indigenious People).en_US
dc.publisherFakultas Hukum Universitas Mulawarmanen_US
dc.subjectKekayaan Intelektual Komunal, Masyarakat Hukum Adat,en_US
dc.titleKESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT BERBASIS KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL DALAM HEGEMONI IBU KOTA NEGARAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record