Show simple item record

dc.contributor.authorSetyasih, Iya'
dc.date.accessioned2022-01-21T05:13:41Z
dc.date.available2022-01-21T05:13:41Z
dc.date.issued2021-11-03
dc.identifier.urihttp://repository.unmul.ac.id/handle/123456789/17635
dc.description.abstractProgram pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD +) melalui skema yang disiapkan oleh Bank Dunia yaitu Forest Carbon Partnership Facilities (FCPF) telah disetujui di Provinsi Kalimantan Timur pada periode 2020-2025. Kurang lebih empat tahun hingga tahap akhir, yakni penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA), yang dilakukan pada 25 November 2020, antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, yang menyepakati hak dan kewajiban, termasuk pembayaran. insentif sebesar USD 5 untuk target pengurangan 22 juta emisi. Melalui berbagai program dan kegiatan, Pemerintah Indonesia telah disusun dalam Dokumen Program Pengurangan Emisi (ERPD) 2019. Menurut dokumen ERPD, program pengurangan emisi ini akan secara sistematis mengontrol berbagai kegiatan pembangunan berbasis lahan yang dapat melepaskan emisi karbon yang jejaknya dapat dilacak dari data penginderaan jauh. Selain manfaat langsung yaitu pengurangan emisi karbon dari wilayah yurisdiksi Provinsi Kalimantan Timur, program ini juga diproyeksikan membawa manfaat tambahan atau non karbon yang diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat lokal, masyarakat adat, dan perusahaan yang memperolehnya. konsesi lahan dari pemerintah baik dalam bentuk komoditas. Komoditas kehutanan dan non kehutanan melalui berbagai skema dan kegiatan. Beberapa kegiatan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan utama yang menjerat sektor kehutanan dan lahan yang diduga berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan, salah satunya adalah perambahan oleh masyarakat. Perambahan lahan oleh masyarakat yang terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan diasumsikan karena tidak adanya pilihan atau alternatif usaha ekonomi berbasis lahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat di Kalimantan Timur, terutama di kawasan yang sensitif terhadap kerusakan ekologi tersebut. seperti bakau, gambut dan pada umumnya. Di kawasan konservasi. Untuk mencegah dan mengendalikan perambahan ini, beberapa kegiatan strategis telah dirumuskan dalam ERPD, yang diharapkan dapat meningkatkan manfaat non-karbon dari program pengurangan emisi ini. Kegiatan yang diproyeksikan memberikan manfaat non karbon adalah kegiatan berorientasi masyarakat menuju keberlanjutan mata pencaharian dan pendapatan. Berbagai mata pencaharian masyarakat seperti pertanian, perkebunan kelapa sawit rakyat, paludikultur, budidaya perikanan diarahkan untuk menopang kehidupan masyarakat secara terus menerus di atas lahan yang saat ini diusahakan. Khusus di kawasan hutan konservasi, kegiatan masyarakat sebagaimana tersebut di atas tercakup dalam program kerjasama atau kemitraan yang diharapkan berdampak pada perlindungan kawasan konservasi. Selain itu, Program Perhutanan Sosial yang telah berjalan selama lima tahun terakhir ini terus berharap akan terjadi peningkatan jumlah perizinan yang signifikan di Kaltim selama periode pelaksanaan program pengurangan emisi. Manfaat non-karbon lainnya dari program penurunan emisi ini adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia Kalimantan Timur yang signifikan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta. Selain itu, perbaikan tata kelola di Provinsi Kalimantan Timur juga menjadi indikator manfaat non-karbon program ini. Penghematan anggaran akibat berkurangnya penanganan konflik lahan juga menjadi bagian penting dari manfaat program ini dan pencapaian terkait dengan peningkatan jumlah perizinan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.70 /Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan REDD + (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, Peran Konservasi, Pengelolaan Hutan Berkelanjutan) dan Peningkatan Stok Karbon Hutan) menyatakan bahwa manfaat non karbon terdiri dari enam aspek, yaitu perlindungan fungsi hidrologi, perlindungan fungsi ekologi, perlindungan keanekaragaman hayati, penguatan mata pencaharian, perbaikan tata kelola hutan dan lahan, serta perlindungan ekosistem esensial. Manfaat non-karbon ini dapat dimasukkan dalam pelaksanaan program REDD + sebagai pembayaran berbasis hasil tergantung pada kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan lembaga donor yang memfasilitasi program REDD + ini, termasuk kaitannya dengan gender. Meski tidak diatur secara eksplisit dalam Peraturan Menteri ini, namun para fasilitator program penurunan emisi, khususnya FCPF dari Bank Dunia, telah memasukkan unsur gender dalam format laporan pemantauan kemajuan program yang telah disusun secara terbatas. Global Green Growth Institute (GGGI) didirikan sebagai organisasi antar pemerintah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan negara berkembang dan berkembang, termasuk negara kurang berkembang. GGGI didedikasikan untuk mendukung penciptaan dan penyebaran model pertumbuhan ekonomi yang dikenal sebagai "pertumbuhan hijau". Model pertumbuhan hijau mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, pengurangan kemiskinan, dan inklusi sosial. Berbasis di Seoul, organisasi bermitra dengan negara-negara, lembaga multilateral, badan pemerintah, dan sektor swasta untuk membantu membangun ekonomi yang berkembang dan lebih efisien dan berkelanjutan dalam menggunakan sumber daya alam, tidak intensif karbon, dan lebih tahan terhadap perubahan iklim. GGGI dan Republik Indonesia, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ("BAPPENAS"), menyelesaikan Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau Pemerintah Indonesia-GGGI Tahap II pada tanggal 31 Desember 2020, dan memulai Tahap III ("Program") pada tanggal 1 Januari 2021, dengan BAPPENAS sebagai focal point dan beberapa instansi pemerintah sebagai Mitra Pelaksana berdasarkan Surat Keputusan Deputi Bidang Kelautan dan Sumber Daya Alam BAPPENAS Nomor 42 / DV / 04/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Pertumbuhan Ekonomi Hijau dan Pembangunan Konservasi Energi Kegiatan, dengan tujuan keseluruhan untuk mendukung Indonesia dalam mencapai pertumbuhan hijau yang inklusif secara sosial, berkelanjutan secara lingkungan dan hemat sumber daya. Pemerintah Kalimantan Timur telah menyatakan minatnya untuk melanjutkan kerjasama dengan GGGI, sebagaimana ditunjukkan dalam surat mereka pada Usulan Rencana Kerja Lanskap Berkelanjutan Tahap III Pemerintah Indonesia-GGGI yang diterbitkan tanggal 14 Januari 2021. Program dan kegiatan yang diusulkan telah diselaraskan dengan program GGGI dan kegiatan yang disetujui oleh donor (Norwegia) dan dalam proses finalisasi di bawah kementerian terkait untuk pengaturan pengesahan rencana kerja. GGGI telah bekerja sama erat dengan Universitas Mulawarman sejak didirikan di Indonesia. Pada tanggal 15 Januari 2021, kedua belah pihak menandatangani Nota Kesepahaman yang menjadi dasar untuk meresmikan kemitraan strategis yang sedang berlangsung antara kedua belah pihak dengan tujuan bersama pada pembangunan berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pertumbuhan hijau, pengelolaan hutan, lanskap, dan budaya. ekosistem, dukungan energi terbarukan dan pembangunan kota hijau, serta peningkatan kapasitas. Sebagai dasar penyampaian dan pembiayaan program dan kegiatan, GGGI dan Universitas Mulawarman bermaksud membuat kesepakatan kerjasama untuk mendukung program pertumbuhan hijau di Kalimantan Timur. Tujuan dari perjanjian kerjasama ini adalah untuk membantu GGGI dalam memberikan bantuan teknis untuk mempromosikan program, penelitian, dan kegiatan bersama dalam mendukung peningkatan kapasitas dan pengembangan opsi pertumbuhan hijau seperti yang ditunjukkan di bawah ini tetapi tidak terbatas pada: (1) Dukungan untuk adopsi rendah pengembangan karbon dalam dokumen perencanaan dan anggaran pemerintah daerah; (2) Mendukung kebijakan yang memungkinkan pelaksanaan pembangunan rendah karbon; (3) Mendukung platform kolaborasi multi-pemangku kepentingan; (4) Proyek dan Program Pengurangan Emisi diidentifikasi dan dikembangkan untuk mendanai penyebaran pengetahuan di bidang kerjasama masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terdapat kegiatan-kegiatan dengan pekerjaan indikatif dan lingkup keluaran seperti di bawah ini. Salah satunya adalah dukungan teknis untuk detail data tutupan lahan dengan skala yang lebih baik di Hutan Adat Hemaq Beniung di KPHP Damai. Hutan Adat Hemaq Beniung yang terletak di KPHP Damai saat ini telah dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata bagi masyarakat lokal di Kabupaten Kutai Barat / Mahulu. Beberapa infrastruktur untuk mendukung ekowisata dikembangkan. Selain itu, menanggapi kekurangan pasokan air bersih, khususnya air minum dalam kemasan, otoritas KPHP akan menilai peluang Hutan Adat Hemaq Beniung sebagai sumber air bersih untuk air minum dalam kemasan. Melalui kerjasama antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Mulawarman (LP2M Unmul) dan Global Green Growth Institute (GGGI), Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial (PPIIG) di bawah LP2M Unmul akan menjadi peneliti utama dalam dukungan teknis untuk data tutupan lahan rinci. Pada skala yang lebih baik di Hutan Adat Hemaq Beniung di KPHP Damai, Kalimantan Timur.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherLP2M Universitas Mulawarmanen_US
dc.subjectDaya Dukung, Hutan Adat, Juaq Asaen_US
dc.titleDukungan Teknis untuk Data Detail Tutupan Lahan pada Skala yang Lebih Baik di Hutan Adat Hemaq Beniung, Kampung Juaq Asa di KPHP Damai, Kutai Barat, Kalimantan Timuren_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record